Hukum Jual Beli Khamar - Studi Kritis

 Wawasan Edukasi - Hukum merupakan sebuah peraturan yang hidup di dalam masyarakat, yang mana di dalam hukum tersebut terdapat sebuah sanksi yang tegas kepada para pelanggarnya. Sedangkan Islam merupakan sebuah ajaran Allah SWT yang disampaikan kepada Rasul-Nya yakni nabi Muhammad SAW. Sedangkan kata Islam, “berasal dari kata as la ma yang berarti tunduk, patuh, menyerahkan diri, dan menerima”[1].  Namun adapula yang berpendapat bahwa Islam berasal dari kata dasar slim yang mempunyai arti selamat.


Di dalam agama Islam kehidupan manusia sudah diatur. Tatanan kehidupan di dunia ini talah diatur oleh Allah SWT sebagai penguasa alam semesta dengan aturan-aturan yang Allah SWT berikan, semua yang ada di alam semesta ini bekerja dengan baik menurut fungsinya masing-masing. Kareana itulah Allah SWT menciptakan dn menurunkan manusia ke bumi untuk menjadi khalifah serta mengatur apa yang ada di dalamnya, menjaga dengan kesungguhan, dan merawatnya dengan baik.

Allah SWT menciptakan manusia semata-mata tidak hanya untuk menikmati apa yang telah Allah SWT dianugerahakan kepada mereka, tetapi Allah SWT menciptakan manusia hanyalah untuk beribadah dan patuh kepada-Nya. Selama di dunia manusia tidak memiliki kebebasan, namun memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Oleh karena itu, alasan Allah SWT menurunkan Al-Qur’an yaitu sebagai pedoman hidup agar manusia tidak tersesat dan selalu berada di jalan yang benar. Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT berupa petunjuk, hukum-hukum, serta pasal-pasal yang mengatur semua kehidupan manusia.

Telah kita ketahui bahwa hukum Islam bersumber dari Al-Qur’an  dan Hadits. Al-Qur’an adalah salah satu sumber hukum Islam yang mana di dalamnya terdapat perintah dan larangan Allah SWT untuk Muslim yang ada di dunia, segala sesuatu baik maupun buruk semua sudah diatur di dalamnya. Sedangkan hadits merupakan penyempurna dan penguat hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an.

1. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam atau yang sering disebut juga dengan syari’ah secara etimologi mempunyai arti “jalan yang lurus”. Sedangkan secara terminologi pengertian syari’ah menurut Muhammad Sallam Madzkur dalam bukunya “al-Madkhali al-Fiqh al-Islami” menerangkan bahwa:

Syari’ah adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya, agar mereka mentaati hukum itu atas dasar iman, baik berkaitan dengan akidah, amaliyah maupun akhlak. [2]

Sedangkan menurut Mahmud Syalthut memberikan pengertian syari’ah dengan hukum atau aturan yang dibuat oleh Allah SWT atau hukum dimana manusia harus berpegang kepadanya di dalam realisasinya pada Allah SWT. [3]

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum Islam merupakan sebuah aturan yang berhubungan dengan ajaran Islam guna mengatur kehidupan manusia yang mencakup segala aspek kehidupan manusia yang berisikan sebuah perintah dan larangan. Perintah dan larangan inilah yang harus kita laksanakan untuk memperoleh sebuah kemaslahatan hidup.

Hukum Islam diturunkan Allah SWT bukan hanya untuk kepentingan Allah SWT saja, melainkan juga untuk keselamatan manusia. Selanjutnya dalam rangka memeliharanya, “hukum Islam membutuhkan pelestarian melalui perwujudan dan pemeliharaan dengan cara menunaikan ibadah oleh seorang hamba”. [4]

Salah satu ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba dalam rangka mewujudkan dan memelihara hukum Islam adalah dengan cara melaksanakan shalat, karena shalat merupakan ibadah yang pertama kali akan dihisab oleh Allah SWT.

Ibadah juga merupakan salah satu bagian yang terkandung dalam syari’ah, karena setiap ibadah yang kita lakukan harus sesuai dengan syari’ah yang telah Allah SWT tetapkan.

Hukum Islam yang diciptakan oleh Allah SWT senantiasa mampu menjangkau kehidupan manusia masa kini dan masa yang akan datang dan bukan hanya berlaku untuk orang Islam saja, melainkan berlaku untuk seluruh manusia. Bagi seluruh manusia, hukum bukan hanya sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan atau ditaati.

Umat Islam yang biasa disebut dengan Muslim harus mematuhi atau menerima semua aturan-aturan yang ada di dalam Islam yang tertata rapih dalam kehidupan beraga Islam, baik aturan-aturan yang dimulai dari mulai tidur hingga bangun tidur. Semua aktivitas yang diljalani oleh umat Islam seperti makan, minum, mandi, beribadah, berdagang, bekerja, bahkan menikah, itu semua ada aturan-aturan atau hukum-hukum tertera dalam agama Islam. Tidak boleh seorang Muslim melanggar aturan-aturan dalam Islam, karena  di dalam aturan tersebut terdapat sanksi untuk para pelanggarnya.

Hukum Islam masih memiliki arti besar bagi kehidupan para pemeluknya. Pertama, hukum Islam turut menciptakan tata nilai yang mengatur kehidupan mereka, minimal denngan menetapkan apa yang harus dianggap baik dan buruk, apa yang menjadi perintah, anjuran, dan larangan agama. Hal ini pada gilirannya berarti pengaruh atas pilihan segi-segi kehidupan yang dianggap penting. Kedua, dengan melalui proses yang berlangsung lama, banyak keputusan hukum dari hukum Islam telah diserap dan menjadi bagian hukum positif yang berlaku. Ketiga, dengan masih adanya golongan-golongan yang memiliki aspirasi teokrasi di kalangan umat Islam dari berbagai negeri, menetapkan Islam dari berbagai negeri, menetapkan hukum Islam secara penuh masih menjadi selogan perjuangan yang memiliki banding cukup besar, dan demikian yang menjadi bagian dari manifestasi kenegaraan Islam yang masih harus ditegakkan di masa depan.

Setiap hukum yang ditetapkan pasti mempunyai sumber yang menjadi patokan atau acuan dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan suatu hukum adalah Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad. Sebuah hukum yang berlaku, “tidak akan hadir atau ada dengan sendirinya melainkan melalui prosees tertentu yang berhubungan dengan kodrat alam dan kemanusiaan”. [5]

2. Sumber Hukum Islam 
Adapun sumber hukum yang dijadikan acuan atau patokan untuk menentukan sebuah hukum dalam Islam adalah sebagai berikut:
a). Al-Qur’an 
Sumber hukum Islam pertama adalah Al-Qur’an, yaitu firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, dan membacanya merupakan ibadah. [6]

Ditinjau dari segi bahasa, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Kata Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kata dasar qara’a yang artinya membaca. Selanjutnya Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW adalah untuk disampaikan kepada umat manusia senagai petunjuk.

b). As-Sunnah atau Hadits
As-Sunnah atau hadits adalah sebuah perkataan, perbuatan, keterangan dan ketetapan nabi Muhammad SAW  yang dijadikan sumber hukum dalam Islam. As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an.
 
As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an dan dijadikan sumber agama dalam ajaran Islam. Al-Hadits juga mempunyai peranan yang penting Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam dan pedoman hidup umat Islam pada umumnya diturunkan dengan kata-kata yang sulit, oleh karena itu perlu dijelaskan lebih lanjut agar dengan mudah dapat dipahami dan diamalkan. Adapun fungsi Al-Hadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
  1. Memperkuat lebih lanjut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
  2. Sebagai penjelas isi Al-Qur’an.
  3. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya dalam Al-Qur’an.

c). Ijtihad 
Ijtihad secara etimologi berasal dari kata ijtahada, yajtahidu, ijtihadan yang mempunyai arti bersungguh-sungguh. Sedangkan kata dasar sari ijtihad sendiri adalah jahda yang berarti masyaqqah (yang sulit, yang susah).

Sedangkan untuk pengertian ijtihad secara terminologi menurut para ulama berbeda-beda dalam pendefinisiannya. Bagi mayoritas ulama ushul fiqh, “ ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan oleh seorang ahli fiqh ataumujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat zhan mengenai hukum syara’”. [7]  Dalam ijtihad orang melakukan atau mengadakan ijtihad disebut mujtahid.

Adapun cara atau metode dalam ijtihad adalah sebagai berikut:
1). Ijma’
Ijma’ Menurut bahasa artinya sepakat, setuju atau satu pendapat. Menurut ilmu fiqh, ijma’ mempunyai arti kesatuan pendapat dari para ahli hukum (ulama-ulama fiqh) Islam dalam suatu masalah, masa, dan wilayah tertentu. Ijma’ tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah SAW.

Sedangkan pengertian ijma’ secara istilah adalah kesepakatan seluruh mujtahid pada suatu masa tertentu setelah wafatnya Rasul terhadap suatu hukum syara’ untuk suatu peristiwa.
 
Ijma’ terbagi menjadi dua macam:
  • Ijma’Qauli: Ijma’ yang dikeluarkan oleh para mujtahid secara lisan maupun tulisan yang mengeluarkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain pada zamannya.
  • Ijma’ Sukuti: Ijma’ yang dikeluarkan oleh para mujtahid dengan cara diam, tidak mengeluarkan pendapatnya yang diartikan setuju dengan pendapat mujtahid lainnya. [8]

2). Qiyas
Qiyas berasal dari kata qasa, yaqisu, qaisan, artinya mengukur dan ukuran. Kata “qiyas” diartikan ukuran, sukatan, timbangan, dan lain-lain. Qiyas menurut bahasa artinya mengukur, membandingkan, atau menyamakan dengan lainnya dikarenakan adanya suatu persamaan. Sedangkan qiyas menurut istilah adalah menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketentuannya dalam nash dengan cara menyamakan sesuatu yang telah ada hukumnya dalam nash.

3). Istishlahi
Istishlahi merupakan metode istinbhat hukum Islam yang mana cara pemecahan masalahnya “tidak langsung diruju dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, melainkan berdasarkan pertimbangan kemashlahatan yang diambil dari prinsip-prinsip dasar kedua sumber”. [9]  Ksus yang dipecahkan tidak ada acuan dalil, sehingga hanya mengambil hikmah atau falsafah hukum yang terkandung dalam nash untuk kemudian diterapkan dalam pemecahan kasus tersebut.

Adapun macam-macam metode ishtislahi sebagai berikut:
  • Mashlahah Mursalah, yaitu menetapkan hukum dalam hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan didalam nash, dengan pertimbangan hidup manusia, da bersendikan asa menarik kemashlahatan dan menolak kemudharatan.
  • Istihsani, yaitu memandang lebih baik dilakukan atau ditetapkan hukumnya, yang sesuai dengan tujuan syari’ah.  Prosedurnya adalah meninggalkan dalil khusus dan mengamalkan ketentuan dalil umum.
  • Istishabi, yaitu melangsungkan keberlakuan ketentuan hukum yang ada, sehingga terdapat ketentuan dalil yang mengubahnya.
  • Amal ahlul Madina, yaitu tradisi yang biasa dilakukan oleh penduduk madinah, dan tradisi itu diduga kuat dari warisan Sunnah Rasulullah SAW.
  • ‘Urfi, yaitu tradisi (adat) yang dilakukan oleh masyarakat, baik berupa perkataan maupun perbuatan.
  • Mahzab Shahabi, yaitu pendapat-pendapat dari hasil ijtihad para sahabat Nabi Muhammad SAW, ketika Nabi sudah meninggal.
  • Sadd al-Dzari’ah, yaitu menghambat, menghalangi, dan menyumbat semua jalan yang menuju kepada kerusakan atau maksiat. [10]

Pengertian Jual Beli
Jual beli merupakan sebuah transaksi yang berlangsung antara dua belah pihak yakni penjual dan pembeli. Jual beli juga merupakan bagian dari salah satu bentuk transaksi perekonomian. Transaksi ekonomi merupakan sebuah perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya seperti jual beli, sewa-menyewa, dan kerjasama di dalam bidang pertanian dan perdagangan.

Jual beli dalam Islam hukumnya mubah (boleh). Namun hukum jual beli juga bisa menjadi wajib, sunah, makruh, bahkan haram jika pada saat tertentu. Dalam pelaksanaan jual beli ada beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar jual beli tersebut menjadi sah.  Rukun dan syarat jual beli merupakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam jual beli yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak agar jual belinya menjadi sah menurut syara’. Adapun beberapa rukun dan syarat jual beli tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

a. Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli):
  1. Berakal, seorang yang melakukan jual beli harus sempurna akalnya. Jadi jika di dalam transaksi jual beli tersebut salah satu diantara penjual dan pembelinya gila atau tidak sempurna akalnya maka hukum jual beli tersebut tidak sah menurut syara’ (hukum Islam).
  2. Balig, yaitu telah sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan. Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum balig tidak sah. Namun, jika jual beli tersebut dilakukan oleh anak kecil yang sudah mumayiz (dapat membedakan baik dan buruk) maka jual beli tersebut diperbolehkan tetapi hanya jual beli kepada barang-barang yang harganya murah.
  3. Berhak menggunakan hartanya.  Jadi orang yang berhak menggunakan hartanya adalah orang yang tidak  bodoh (idiot) karena jika orang yang sangat bodoh melakukan transaksi jual beli tidak sah.

b. Sigat atau ucapan ijab dan qabul, ulama fiqh sepakat bahwa unsur pertama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Ijab yaitu ucapan dari pihak penjual dan qabul dari pihak pembeli. [11]

c. Barang yang diperjual belikan.
Dalam jual beli barang yang diperjual belikan harus memenuhi syarat yang diharuskan. Adapun barang yang diperjual belikan harus memenuhi syarat-syarat antara lain:
  1. Barang yang diperjual belikan harus halal.
  2. Barangnya harus bermanfaat.
  3. Barangnya ada ditempat, apabila barang itu tidak ada ditempat tersebut tetapi tersedia di tempat lain dan penjual tersebut bersedia untuk mengambilnya saat transaksi itu terjadi maka diperbolehkan.
  4. Barang yang diperjual belikan merupakan milik atau di bawah kekuasan si penjual tersebut.
  5. Barang yang diperjual belikan harus jelas diketahui oleh pembelinya, baik bentuknya, kadarnya, maupun sifatnya.

d. Nilai tukar barang yang dijual. 
Pada saat terjadinya sebuah transaksi jual beli maka nilai tukar barang yang dijual harus memenuhi syarat antara lain:
  1. Harga jual sebuah barang yang sudah disepakati harus jelas jumlahnya.
  2. Nilai tukar barang tersebut dapat diserahkan pada saat transaksi berlangsung, walaupun menggunakan cek atau kartu kredit. Jika memang harga barang dibayar dengan cara kredit, maka pembayarannya harus jelas.

e. Jika sebuah jual beli dilakukan dengan cara barter atau sistem tukar barang tersebut bukan berupa uang, maka tidak diperbolehkan dengan barang haram.

Hukum Jual Beli Khamar
Jual beli dalam Islam memang mempunyai hukum mubah (boleh), namun tidak semua hukum jual beli tersebut berhukum mubah. Karena dalam jual beli harus memperhatikan beberapa ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.

Jual beli khamar dalam Islam mempunyai pandangan tersendiri. Khamar atau yang disebut juga dengan miras merupakan salah satu minuman yang memabukan. Dan mana Allah SWT telah menetapkan bahwa setiap minuman yang memabukkan itu haram. Dalam Islam jual beli khamar mempunyai hukum haram, karena salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli adalah syarat barang yang diperjual belikan harus halal. Para penjual khamar yang mendirikan tempat khusus untuk menjual khamar selain menjadi sumber dosa dan kemaksiatan, secara hukum syariah jual beli khamar termasuk transaksi yang tidak sah karena tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’.

Dalam kehidupan semua makhluk memiliki tugas masing-masing, seperti halnya manusia, dalam kehidupan manusia banyak menjalani segala aktifitas, dari mulai ia membuka mata hingga kembali tertutup. Manusia yang hidup dibumi masih memerlukan tuntunan yang benar, maka dari itu ada hukum-hukum tertentu untuk dipatuhi. Dalam Islam terdapat hukum-hukum pula, dinamakan hukum Islam. Didalamnya berisi berbagai hal yang harus dipatuhi umat Islam.

Dalam jual beli telah diatur oleh Islam, setiap transaksi jual beli tersebut berlangsung maka kita harus memenuhi syarat-syarat dan rukun jual beli yang telah ditetapkan agar hukum jual beli tersebut menjadi sah menurut syara’.

Sebagai umat Islam, kita diwajibkan untuk mengetahui dan memperdalam ajaran agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Karena sumber ajaran agama Islam merupakan media penuntun agar kita dapat melaksanakan semua perintah Allah dengan benar dan menjauhi semua larangan-Nya. Agama Islam pun tidak mempersulit kita dalam mempelajari seluk beluk agama Islam. Karena terdapat tingkatan sumber ajaran agama Islam yang harus kita pedomani.

Hukum Islam telah diturunkan oleh Allah SWT kepada umat manusia bukan hanya sekedar untuk diketahui dan dibaca saja, tetapi juga untuk dipatuhi. 

Untuk itu kepada seluruh umat manusia dihimbau agar menaati hukum yang telah ada guna memperoleh kebaikan selama hidupnya. Salah satu cara yang harus kita lakukan untuk menaati hukum tersebut adalah dengan cara menjauhi apa-apa yang telah dilarang dalam hukum yang berlaku dan menjalankan perintah yang terdapat dalam hukum tersebut.


Referensi:
  1. Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: Penerbit Mahmud Yunus Wadzuriyyah, 1989), hlm. 177. Asrori Mukhtarom dan Abdul Basyit,  Al-Islam ,  (Banten: CV. Erries, 2014), hlm. 25.
  2. M. Sallim Madzkur,  dikutip dari:  Muhaimin et al, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi & Pendekatan, (Jakarta: Prenadamedia, 2005), hlm. 277.
  3. Mahmud Syalthut,  Islam Akqidah Wa Syari’ah, (Mesir: Dar al-Qalam, 1996), hlm. 12.
  4. Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Pengantar Studi Islam......., (Jakarta: Prenadamedia, 2005), hlm. 278.
  5. Tajul Arifin, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 5.
  6. Manna al-Qaththan, Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an, (Mesir: Mensyurat Ashr al Hadits,t.t.)
  7. Wahbah al-Zuhaili,  Ushul al-Fiqh al-Islami, (Suria: Dar al-Fikr, 1986), jilid II, hlm. 1037. dikutip dari Muhaimin et al, Studi Islam...... (Jakarta: Prenadamedia, 2005), hlm. 178.
  8. Asrori Mukhtarom dan Abdul Mujib, Al-Islam 1, (Banten: CV. Erries, 2014), hlm. 52.
  9. Muhaimin et al, Studi Islam......., (Jakarta: Prenadamedia, 2005), hlm. 200.
  10. Muhaimin et al, Studi Islam....................., (Jakarta: Prenadamedia, 2005), hlm. 200-202.
  11. Syamsuri, Pendidikan Agama Islam Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 53.
  • Al-Qatthan, Manna’.Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an. Mesir: Mensyurat al-Ashr al-Hadist.t.t.
  • Arifin, Tajul. 2007. Fisafat Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia.
  • Ash-Shiddieqi, Hasbi. 1958. Pengantar Hukum Ilsam. Jakarta: Bulan Bintang.
  • Muhaimin, Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakir. 2005. Pengantar Studi Islam Dalam Ragam Dimensi & Pendekatan. Jakarta: Prenadamedia.
  • Syalthut, Mahmud. 1996. Islam Aqidah Wa Syari’ah. Mesir: Dar al-Qalam
  • Syamsuri. 2007. Pendidikan Agama Islam Untuk SMA. Jakarta: Erlangga. 

No comments for "Hukum Jual Beli Khamar - Studi Kritis"